Laparoscopic Adrenalectomy

Setelah proses pemeriksaan yang panjang dan dengan pasti ditemukan penyebab hipertensi dan hipokalemia berulang yang aku alami yaitu karena tumor adrenal, diputuskan untuk mengambil tindakan operasi. Prof. Parlin merujuk kepada dr. Edwin, urologist yang akan menangani operasiku.
 
Ada dua pilihan operasi yang dijelaskan oleh dr. Edwin yaitu Laparoscopic Adrenalectomy dan Laparatomy Adrenalectomy. Perbedaan kedua operasi tersebut terletak pada besarnya sayatan pada abdomen dan prosedur yang akan dilakukan. Pada laparatomy, sayatan akan lebih besar untuk membuka dinding perut. Sedangkan Laparoscopic, akan dibuat beberapa sayatan kecil di perut, lalu dimasukkan kamera untuk melihat kondisi di dalam perut. Keunggulan dari Laparoscopic, pemulihannya akan lebih cepat dan efek sampingnya lebih kecil. Maka diputuskann untuk mengambil langkah Laparoscopic Adrenalectomy.

Untuk tindakan operasi, aku masih harus menunggu sampai kalium aku normal karena waktu itu masih rendah yaitu 3,2 tapi tensi aku sudah mulai normal. Maka prof. Parlin menaikkan dosis Spironolactone menjadi 50 mg dan mengurangi jenis obat hipertensi yang aku minum menjadi Canderin 16 mg, amlodipine yang sebelumnya aku minum juga tidak diminum lagi. Proses ini cukup panjang, karena seminggu setelahnya aku kembali ke rumah sakit dan mengecek elektrolit di laboratorium tetapi elektrolit aku masih tetap rendah 3,2. Dan prof. Parlin kembali menaikkan dosis Spironolactone menjadi 100 mg dan aku diminta untuk datang kembali 10 hari lagi. 

Dan akhirnya setelah 10 hari pada tanggal 12 November 2020, kalium aku sudah di range normal yaitu 3.6. Maka aku sudah bisa menetapkan tanggal operasi, tangal 23 November 2020 aku sudah mulai dirawat dan dioperasinya tanggal 25 November 2020. Kenapa tidak langsung operasi, karena dokter ingin memastikan bahwa kondisi aku benar-benar stabil untuk dioperasi. 

Aku memilih kamar standard selama dirawat di Siloam Lippo Karawachi. Kamar ini berisi 2 bed pasien. Sebelum masuk kamar perawatan aku harus menjalani beberapa test untuk menyatakan bahwa aku bersih dari Covid-19. Test tersebut ada PCR dan CT-Thorax. Beberapa saat setelah hasil CT-Thorax keluar dan hasilnya tidak ada masalah, aku dibawa ke ruang transfer sambil menunggu hasil dari PCR. 


Setelah beberapa jam menunggu di ruang transfer aku boleh dipindahkan ke kamar perawatan. Tetapi waktu itu kamar itu cuma memiliki satu bed pasien dan terdapat sofa panjang. Berbeda sekali dengan kamar standard yang aku tahu. Lalu aku menanyakan kepada susternya dan ternyata kamar standard waktu itu penuh sehingga aku berada di kamar itu untuk sementara karena besok paginya aku pindah ke kamar yang sebernarnya.


Setiap hari diadakan pengecekan darah, malamnya kalium aku udah 4.2 tapi nilai A.P.T.T. Patient aku 42 seconds range normalnya 27.70-40.20 jadi tinggi. Test ini bertujuan untuk mengetahui waktu pembekuan darah. Aku diminta untuk transfusi fresh frozen plasma untuk mencegah pendarahan disaat operasi. Waktu itu aku masih ragu, terus dikasih infus vitamin K. Tapi nilai A.P.T.T.nya masih belum normal dan aku juga ada reaksi alergi seperti merah-merah di kulit dan sesak jadi akhirnya aku putusin untuk transfusi fresh frozen plasma. 

Tanggal 25 November 2020 aku diminta puasa 6 jam untuk persiapan operasi jam 3 sore. Lalu diminta mandi dengan sabun yang dari rumah sakit. Waktu masuk kamar operasi perasaan aku lempeng aja. Aku ngelihat meja operasi dan segala peralatannya. Saat aku melihat lampunya dalam hati aku wah aku berani banget. Terus aku ngobrol sebentar dengan dokternya dan tiba-tiba aku udah terlelap. Waktu aku bangun aku sudah berada di ruangan lain. Badan rasanya pegal dan sakit sekali. Setelah sadar aku dibawa kembali ke ruang perawatan. Operasi berlangsung dari jam 15.05-18.30 sekitar 3,5 jam. Aku dipasangkan kateter di perut untuk mengeluarkan sisa darah dari operasi dan juga di saluran buang air kecil.


Besok paginya perawat datang untuk memandikan aku, pengalaman ini seperti membangunkan aku akan hidup. Aku mengingat mamaku yang dulu juga sakit harus dimandikan dan dipasangkan kateter. Manusia kapan saja dapat menjadi lemah dan tidak berdaya. 

Dokter menyarankan agar aku belajar duduk dan berjalan agar mempercepat proses pemulihan. Tapi sehari setelah operasi aku masih belum sanggup bergerak atau bahkan duduk tegap masih terasa sangat sakit. Hari ketiga setelah operasi baru aku bisa ke kamar mandi dan berjalan karena rasa sakitnya sudah mulai berkurang. Elektrolit dan tekanan darahku masih belum stabil setelah operasi. Tetapi tubuh memang butuh penyesuaian kembali. Tanggal 29 November 2020, aku meminta pulang karena sudah merasa lebih baik. Tekanan darah dan elektrolit belum benar-benar stabil. Aku diberikan resep obat sakit dan obat tekanan darah sebelum pulang. 









Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tumor di Kelenjar Adrenal Part 1

Tumor di Kelenjar Adrenal Part 3